DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH PEMOHON PENGESAHAN BADAN HUKUM PERKUMPULAN, BAHWA DALAM RANGKA MEMAKSIMALKAN TERTIB ADMINISTRASI, MAKA MULAI TANGGAL 21 DESEMBER 2018 PUKUL 00.00 WIB, DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM MEMBERIKAN KEPUTUSAN PENGESAHAN MENGENAI STATUS BADAN HUKUM PERKUMPULAN, TERLEBIH DAHULU AKAN DILAKUKAN VERIFIKASI KELENGKAPAN ADMINISTRASI TERHADAP PERSYARATAN YANG DIINPUT/UPLOAD OLEH PEMOHON PADA SAAT PENGAJUAN PERMOHONAN SECARA ELEKTRONIK SEBAGAIMANA DIATUR DALAM KETENTUAN PASAL 50 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN.
DEMIKIAN KAMI SAMPAIKAN, DIUCAPKAN TERIMA KASIH.
JAKARTA, 19 DESEMBER 2018
TTD
DIREKTUR PERDATA
A. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission), terdapat pengalihan kewenangan pengesahan, perubahan, dan pembubaran Koperasi dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum;
B. Pengalihan kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik menyatakan:
(1). Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf h merupakan koperasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perkoperasian yang telah disahkan oleh Pemerintah Pusat.
(2). Pengesahan koperasi oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengesahan akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar koperasi,serta pembubaran koperasi oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
(3). Ketentuan mengenai pengesahan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
C. Mengingat adanya karakteristik khusus dalam bidang perkoperasian yang berbeda dengan kriteria tugas, pokok dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM RI selama ini, maka proses pengalihan kewenangan dari Kementerian Koperasi dan UMKM ke Kementerian Hukum dan HAM membutuhkan masa transisi agar proses pelayanan koperasi pada Kementerian Hukum dan HAM, dapat terlaksana dengan efektif;
D. Selama proses transisi ini berlangsung, pelayanan pengesahan akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar koperasi, serta pembubaran koperasi tetap diselenggarakan di Kementerian Koperasi dan UMKM selambat lambatnya sampai pada tanggal 1 Maret 2019.
Selanjutnya pelayanan pengesahan akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar koperasi, serta pembubaran koperasi tersebut, sepenuhnya akan diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terkait pelaksanaannya akan ditentukan dikemudian hari.
Demikian untuk menjadi perhatian;
Jakarta, 15 Januari 2019
TTD
Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum
Kementerian Hukum dan HAM
|
TTD
Deputi
Bidang Kelembagaan
Kementerian Koperasi dan UMKM
|
TTD
Sekretaris
Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian
|
TTD
Deputi
Bidang Pelayanan Penanaman Modal
Badan Koordinasi Penanaman Modal
|
PENGUMUMAN
1. Permohonan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak berdasarkan perkawinan campuranyang lahir sebelum 1 Agustus 2006dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, batas waktu yang diberikan selama 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia diundangkan, telah berakhir pada tanggal 1 Agustus 2010, sesuai ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
2. a. Bagi anak yang lahir sebelum 1 Agustus 2006 dari perkawinan campuran (WNA dan WNI) atau anak yang lahir di negara yang menganut asas ius soli(kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran) yang memperoleh Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Kewarganegaraan Republikberdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan berakibat ganda,harus memilih salah satu kewarganegaraannya pada umur 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. Pernyataan Memilih Kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
3. a. Bagi anak berkewarganegaraan ganda yang mengajukan permohonan memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia dikenakan Biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sesuai ketentuan Peraturan pemerintah Nomor 45 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia;
b. Bagi anak berkewarganegaraan ganda yang mengajukan permohonan pernyataan memilih kewarganegaraan Republik Indonesia pada saat pembayaran PNBP agar memilih jenis penerimaan negara bukan pajak “Permohonan Memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda.”
Direktur Tata Negara
ttd
Kartiko Nurintias
PENGUMUMAN BERSAMA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
CQ. DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM,
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK),
DAN
IKATAN NOTARIS INDONESIA (INI)
TENTANG
KEWAJIBAN PELAPORAN NOTARIS PADA APLIKASI GRIPS
Untuk mendukung komitmen bersama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta melaksanakan kewajiban Indonesia di berbagai forum internasional, a.l keanggotaan Indonesia pada Financial Action Task Force (FATF), kepada Notaris diwajibkan untuk melakukan pelaporan atas transaksi keuangan mencurigakan melalui aplikasi Gathering Reports & Information Processing System (GRIPS) PPATK.
Pada tahap awal, Notaris wajib melakukan registrasi pada laman https://grips2.ppatk.go.id/faces/registrasi.xhtml dan untuk panduan registrasi GRIPS/Video tutorial dapat dilihat pada laman: http://www.ppatk.go.id/video/lists/1.html
Kewajiban ini merupakan implementasi dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dimana Notaris sebagai salah satu Pihak Pelapor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan untuk melaksanakan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Profesi, serta menerapkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris.
Kewajiban pelaporan Notaris sebagaimana dimaksud di atas selain sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU, juga dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada Notaris apabila terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM).
Sebagai langkah awal pelaporan, pendaftaran/registrasi GRIPS PPATK dilakukan melalui 2 (dua) tahap yaitu:
Untuk panduan Registrasi GRIPS tersedia Video tutorial yang dapat dilihat http://www.ppatk.go.id/video/lists/1.html
Akses terhadap AHU Online mulai 1 Februari 2019 hanya dapat dilakukan khusus bagi Notaris yang telah memperoleh persetujuan registrasi GRIPS dari PPATK.
Jakarta, 15 November 2018
Kementerian Hukum dan HAM PPATK PP INI
Ttd Ttd Ttd
Cahyo Rahadian Muzhar Kiagus Ahmad Badaruddin Yualita Widyadhari
Terima kasih anda telah berpartisipasi dalam polling Pelayanan AHU Online, masukan Anda sangat berarti untuk kami.